Pembangunan berwawasan
lingkungan adalah pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi keperluan hidup
manusia masa kini dengan tidak mengabaikan kepentingan manusia pada generasi
akan datang. Konferensi lingkungan hidup dan pembangunan di Rio de Jeneiro pada
tanggal 3 juni 1992 merupakan cikal bakal munculnya gagasan Pembangunan
Berkelanjutan Sebagai wujud dan rasa tanggung jawab terhadap pelestarian
lingkungan hidup, pemerintah Indonesia telah membuat berbagai peraturan
perundang-undangan khusus mengenai lingkungan hidup, yang tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Hal ini dimaksudkan untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat
agar ramah terhadap lingkungan. Masalah lingkungan yang dihadapi banyak
ditimbulkan oleh manusia antara lain: kemiskinan, mental frontier pertumbuhan
penduduk, peningkatan produksi pertanian, pengembangan industri, pencemaran
lingkungan, dan konsumsi sumber-sumber alam yang tidak dapat diperbaharui makin
meningkat. Oleh karena itu solusi yang tepat dalam mengatasi permasalah
lingkungan adalah melalui pendekatan pendidikan pada semua jenjang
Ø Pembangunan Berkelanjutan
Tanggapan-tanggapan
yang muncul mengenai kerusakan lingkungan dewasa ini merupakan bukti nyata
bahwa masalah lingkungan hidup telah menghawatirkan kehidupan manusia. Hal ini
dapat dimaklumi karena kelangsungan kehidupan manusia sangat tergantung pada
keadaan lingkungan di mana dia hidup.
Bertolak dari rasa
sadar akan keadaan kerusakan lingkungan, masyarakat dunia yang tergabung dalam
PBB telah mengadakan konferensi di Stockholm pada tanggal 5 juni 1972. Ketika
itu juga dibentuk organisasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan
diberi nama United Nations Environment Programme (UNEP). Missi utama organisasi
tersebut adalah melakukan usaha menyelamatkan bumi dari kehancuran. Pada saat
itu issu yang paling hangat dibicarakan adalah bahaya pencemaran udara dari
sisa industri negara-negara maju (Otto Sumarwoto, 1992: 4-5). Sejak saat itu
juga gerakan lingkungan hidup secara international dilaksanakan secara serentak
di seluruh dunia.
Pada tahun 1984 UNEP
membentuk suatu komisi yang disebut The World Commission on Environment and
Development (WCED) dengan tugas mempelajari tantangan dan cara penanggulangan
degradasi lingkungan dan pembangunan menjelang tahun 2000. Delapan tahun
kemudian pada tanggal 3 juni 1992, PBB menyelenggarakan konferensi lingkungan
hidup dan pembangunan di Rio de Jeneiro yang bertujuan untuk mengatasi masalah
lingkungan dan pembangunan yang dihadapi oleh negara-negara di dunia. Pembangunan yang sedang dilaksanakan tidak
boleh hanya memperhatikan kebutuhan ekonomi dan teknologi tetapi juga aspek
lingkungan dan kelangsungan hidup manusia perlu diperhatikan. Gagasan tersebut
dikenal sebagai “Pembangunan Berkelanjutan” (sustainable development) dan telah
disepakati menjadi kebijaksanaan pembangunan semua negara di dunia.
Dalam konferensi
tersebut di atas permasalahan lingkungan hidup yang dibicarakan bukan lagi
terbatas pada pencemaran, tetapi sudah mencakup pada kerusakan hutan, efek
rumah kaca, kemiskinan, pendidikan, dan musnahnya berbagai spesies (Valentinus
Darsono, 1992: 154). Semuanya itu menggambarkan betapa keadaan ekosistem dunia saat
ini telah banyak mengalami kerusakan. Nilai historis yang dihasilkan dari
konferensi tersebut adalah dengan ditanda tanganinya deklarasi oleh seluruh
wakil-wakil negara yang hadir dan menyepakati bahwa setiap negara masing-masing
berkedaulatan memanfaatkan sumber daya alamnya, tanpa harus merusak lingkungan
hidup dan bersedia untuk bekerja sama dengan negara lain dalam melestarikan
lingkungan.
Ø Mengatasi Masalah-masalah Lingkungan
Permasalahan
lingkungan cenderung akan meningkat bila tidak didukung oleh pengetahuan, sikap
dan motivasi untuk berpartisipasi dari semua lapisan masyarakat dan tidak
memandang lingkungan dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya hanya
sebagai objek untuk dieksploitasi bagi pemenuhan kebutuhan hidup. Bila kondisi
tersebut terus berlangsung, maka masalah lingkungan seperti yang terjadi di
tempat lain bukan tidak mustahil juga akan terjadi di Indonesia pada umumnya
dan di Ujung Pandang pada khususnya.
Masalah lingkungan
yang dihadapi negara berkembang, banyak ditimbulkan oleh kemiskinan yang
memaksa rakyat merusak lingkungan alam. Hutan dibabat untuk memperoleh kayu
bakar, demikian pula tanah, dan pohon merupakan sumber energi utama untuk
kelangsungan hidupnya. Dilain pihak kotoran dan sampah manusia kurang terurus
sehingga kesehatan lingkungan rendah karena air bersih yang tersedia di tempat
pemukiman di desa dan kota belum cukup (Emil Salim, 1991: 12-15).
Chiras (1985: 549)
menyatakan, bahwa akar dari kerusakan lingkungan yang terjadi pada saat ini
lebih banyak disebabkan oleh manusia yang bermental frontier. Mentalitas
frontier ini sudah dimiliki oleh manusia selama berpulu ribu tahun dan sampai
sekarang masih mendasari usaha manusia dalam mengejar kesejahteraan hidupnya.
Ø Konsep Pembangunan Berwawasan
Lingkungan
Pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan yang pada umumnya disingkat menjadi
pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana, yang
memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya ke dalam proses pembangunan
untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan atau pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi keperluan
hidup manusia masa kini dengan tidak mengabaikan kepentingan manusia pada
generasi akan datang.
Konsep tersebut
memberikan pengertian bahwa pemanfaatan sumberdaya alam harus didasari atas
kebijakasanaan memelihara keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan
kelestarian lingkungan, sehingga dapat dinikmati oleh penghuninya dari generasi
ke generasi berikutnya.
Semangat untuk
mengembangkan Kehidupan Berkelanjutan (Sustainable Living) pada saat planet
bumi yang hanya satu yang layak dihuni manusia ini sedang mengalami proses
pencemaran dan perusakan, yang terdeteksi sudah mencapai skala meng-global,
memang bukan pekerjaan gampang. Diperlukan semangat juang dan bahkan juga
kerelaan berkorban seperti saat bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah pada zaman revolusi tahun 1945-an.
Pada zaman revolusi
merebut hak untuk merdeka bagi bangsa Indonesia yang sudah terjajah lebih dari
250 tahun itu, semangat juang begitu berkobar, sehingga korban jiwa dari para
pahlawan direlakan, apa lagi harta-benda. Bahkan seluruh kota Bandung menjadi
Lutan Api, dari pada diserahkan kepada para penjajah. Semua para pejuang
Kemerdekaan itu berjuang dan berkorban demi sebuah visi (cara pandang ke masa
datang) bahwa kemerdekaan itu harus dimiliki Bangsa Indonesia demi kemakmuran
dan kesejahteraan hidupnya. Untuk itulah mereka rela berkorban betapa pun berat
misi perjuangan mereka demi suatu visi yang mulia.
Semangat macam itu
sekarang diperlukan lagi. Keberlanjutan Kehidupan dan Keberlanjutan Pembangunan
memerlukan kreativitas Bangsa Indonesia yang sudah merdeka itu. Masalah yang
dihadapi adalah “terperangkapnya” kita dalam sistem Pembangunan Ekonomi yang
memboroskan Sumberdaya alam dan mencemarkan serta merusak Lingkungan sedemikian
rupa, sehingga daya dukung LH-nya pun terancam. Makin dini, kita meraih
kemampuan mengubah Pembangunan (ekonomi) menjadi berkelanjutan, maka besar
harapan keberhasilan mencapai visi yang diidam-idamkan. Sebaliknya, makin
lengah, makin sulit kelak bangsa Indonesia mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan seperti yang diidam-idamkan oleh para pejuang Kemerdekaan
Indonesia terdahulu. Perjuangan mereka bisa menjadi sia-sia.
Unuk mewujudkan hal
tersebut diperlukan suatu pendekatan guna mencari solusi yang tepat. Sebagai
mana kita bahwa bahwa di era reformasi sekarang ini pendekatan hukum dengan
mengandalkan kekuatan aturan tidaklah efektif untuk dijadikan sebagai
satu-satunya modal dalam memecahkan masalah pembangunan berkelanjutan. Hal
tersebut dapat dimaklumi, sebab disatu sisi masyarakat melanggar aturan
(merusak lingkungan) jika tidak terkontrol oleh aparat hukum yang berwewenang,
sementara disisi lain petugas dapat mengatur damai di tempat jika menemukan
masyarakat yang melanggar aturan. Oleh karena itu pendekatan pendidikan juga
merupakan alternatif yang paling jitu dalam merubah perilaku masyarakat secara
menyeluruh untuk berperilaku ramah terhadap lingkungan.
Pendidikan lingkungan
merupakan salah satu sarana dalam rangka membentuk warga negara yang berwawasan
lingkungan. hal ini disebabkan oleh berbagai fakta yang menunjukkan bahwa akar
penyebab krisis lingkungan adalah manusia, sementara untuk mengubah segala
aspek psikologis manusia tiada jalan lain kecuali melalui pendidikan.
Pendekatan pendidikan
merupakan jalur strategis yang memberikan harapan untuk menunjang upaya
pemecahan masalah lingkungan jangka panjang. Program pendidikan selalu
berkembang dan maju dengan berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi
masyarakat. Dunia pendidikan berfungsi sebagai wadah untuk memperkenalkan dan
membina norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan
perkembangan kebudayaan nasional dan pada akhirnya kesadaran dan perilaku yang
berwawasan lingkungan dari masyarakat dapat terwujud. Dengan demikian
pendekatan pendidikan diperlukan sebagai salah satu alternatif terbaik guna
menjawab tantangan masalah lingkungan yang berkembang pada saat ini dan yang
akan datang
Pendidikan lingkungan
hidup mesti disempurnakan sedemikian rupa sehingga mampu menjadi ajang
pendidikan bagi upaya menuju kehidupan berkelanjutan di Bumi. Dan masyarakat
tidak hanya mampu menjadi warga negara pengembang dan pengamal IPTEK yang ramah
lingkungan dan hemat sumber daya alam, melainkan juga mampu menerima dan
menjalankan etika dan moralitas insan Pembangunan Berkelanjutan sebagai bagian
dari amal-solehnya. Amal bagi anak keturunannya di masa datang dan taqwa pada
Maha penciptanya yang memberkahinya. Oleh karena itu kita perlu memiliki
kometmen yang antara lain:
1. Bahwa kita memang menyadari dan peduli
serta merasa terpanggil untuk turut menyumbangkan diri pada upaya mengurangi
kemosotan SDA dan pencemaran dan perusakan LH, serta mempersempit kesenjangan
dan ketidak-merataan sosial-ekonomi dan sosial budaya dalam kehidupan manusia
baik pada tingkat global, nasional maupun lokal.
2. Bahwa krisis hubungan timbal balik
antara Kependudukan dan SDA/LH pada dasarnya adalah krisis sosial politik dan
sistem ekonomi yang dikembangkan manusia. Oleh sebab itu, masalah LH/SDA pada
tingkat global, nasional serta lokal itu muncul, namun pada akhirnya manusia
juga yang menderita. PBBL memberikan visi, misi dan arah yang lebih menjanjikan
harapan.
3. Bahwa keberhasilan PBBL memerlukan
pendidikan tentang tanggung jawab terhadap keberlanjutan kehidupan di Bumi.
Memang ruang lingkup pendidikannya bukan hanya meliputi pendidikan formal saja,
melainkan memerlukan juga pendidikan non-formal dan informal pada masyarakat
secara luas.
Ø Kebijakan Pembangunan dan Lingkungan
Hidup
Pada umumnya
pembangunan nasional di banyak negara berkembang selalu ditekankan pada
pembangunan ekonomi. Alasan yang selalu dikemukakan karena sektor inilah yang
dirasakan paling terbelakang dan dengan pembangunan dibidang ekonomi maka
bidang-bidang kehidupan lain masyarakat diharapkan ikut terdorong ke arah yang
lebih baik. Dari banyak kasus dan contoh diperlihatkan bahwa perhatian terhadap
pembangunan dibidang ekonomi saja, tidak memberikan jaminan proses pembangunan
dapat berjalan stabil dan kontinu.
Pada awalnya
pembangunan hanya terpusat pada mobilisasi modal sebagai faktor strategis.
Dengan kondisi ini diharapkan peningkatan pendapatan akan berjalan seiring
dengan perluasan pasar. Model pembangunan seperti ini melahirkan teori “Model
Pembangunan Berimbang” (balanced development). Model Pembangunan berimbang
mengusahakan keseimbangan antara berbagai segi kegiatan masyarakat baik
sidektor pertanian, pertambangan, industri, sektor jasa dan sebagainya.
Secara konsepsioanal
model pembangunan ini cukup rasional dan dapat mengangkat masyarakat miskin,
keadaan ekonomi yang lebih baik. Namun dalam jangka waktu tertentu disadari
bahwa model pembangunan berimbang, masih dirasakan kurang menyentuh bagi
terpenuhinya kebutuhan pokok bagi masyarakat. Padahal tujuan pembangunan ada
dasarnya adalah memenuhi kebutuhan pokok (basic need) seperti pangan, sandang,
papan, pendidikan dan fasilitas kesehatan. Karena pengalaman yang demikian,
kemudian lahir model pembangunan kedua yang menitik beratkan prioritas pada
pemenuhan kebutuhan pokok.
Dari model ini hasil
pembangunan diharapkan akan dinikmati keseluruhan masyarakat luas secara
proporsional. Ternyata model ini juga tidak mampu membawa perubahan struktur
ekonomi masyarakat secara berarti. Dengan demikian hasil yang dicapai meleset
dari tujuan pembangunan yang diharapkan. Hal tersebut ditandai dengan makin
melebar ketimpangan pendapatan masyarakat dan semakin melebar perbedaan strata
ekonomi di masyarakat. Dikemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi saja tidak
menyelesaikan masalah pembangunan negara-negara berkembang, dengan harapan
bahwa masalah-masalah lain akan terselesaikan dengan sendirinya melalui laju
pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan berbagai permasalahan baru yang lebih
rumit, adanya kesenjangan ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Keadaan ini
tentunya sangat tidak menguntugkan dan dapat mengoyahkan pembangunan itu
sendiri. Berangkat dari pengalaman demikian, maka model pembangunan untuk
selanjutnya bergeser ke “Model Pembangunan Pemerataan”. Dengan model ini
pembangunan diharapkan hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat secara merata.
Perkembangan
pembangunan (ditambah dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup besar dan
pola hidup yang boros akan jumlah dan jenis produk pada sebagian kelompok
masyarakat) sangat banyak membutuhkan dan mengkonsumsi sumber daya alam.
Meskipun sumber daya alam terdapat dalam jumlah yang melimpah, namun sumber
daya alam tersebut mudah rusak dan memiliki kesetimbangan yang kritis. Ada
ambang batas-batas yang tidak boleh dilampau untuk menjaga integritasnya,
sehingga untuk menjamin kelangsungan pembangunan saat ini dan untuk masa yang
akan datang diperlukan suatu perubahan perilaku pembangunan. Bertolak dari
pandangan di atas lahirlah “Model Pembangunan Berkelanjutan” (sustainable
deveploment) yang merupakan tahapan selanjutnya dari model pembangunan
pemerataan, dimana orang tidak lagi membicarakan tentang kecukupan kebutuhan
pokok atau pemerataan, tetapi lebih jauh mulai membicarakan tentang kualitas
hidup yang dihasilkan dari proses pembangunan. Kualitas hidup tersebut mencakup
kualitas lingkungan hidup dan kualitas diri manusia itu sendiri.
Ø Universitas Negeri Semarang sebagai
Kampus Konservasi
Berdasarkan pemaparan
diatas kami mengambil salah satu contoh universitas konservasi, yaitu
universitas negeri semarang, universitas tercinta kita.
7 Pilar Konservasi UNNES
Badan Pengembang Konservasi UNNES merupakan salah satu Badan
yang ada di UNNES, dan mempunyai tugas untuk mengembangkan nilai-nilai
konservasi di lingkungan UNNES dan sekitarnya.
Badan Pengembang Konservasi UNNES mempunya 8 pilar
konservasi yang terdiri dari :
1. Arsitektur Hijau dan Transportasi Internal
1. Arsitektur Hijau dan Transportasi Internal
Arsitektur hijau, secara sederhana mempunyai pengertian
bangunan atau lingkungan binaan yang dapat mengurangi atau dapat melakukan
efisiensi sumber daya material, air dan energi, dalam pengertian yang lebih
luas, adalah bangunan atau lingkungan binaan yang efisien dalam penggunaan
energi, air dan segala sumber daya yang ada, mampu menjaga keselamatan,
keamanan dan kesehatan penghuninya dalam mengembangkan produktivitas penghuninya,
mampu mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan.
Dalam divisi ini akan dikembangkan guidline penyertaan
struktur ramah lingkungan pada penggunaan gedung saat ini dengan fungsi baru,
pengembangan jalur sepeda dan jalan kaki, penggunaan transportasi ramah
lingkungan, pembuatan shelter sepeda, pembuatan contoh sumur resapan, dan
pembuatan model bangunan hemat energi
Hal ini bertujuan membentuk budaya ramah lingkungan pada
lingkungan kampus. Pada tahap awal sejak deklarasi UNNES sebagai universitas
konservasi pengembangan jalur sepeda dan jalan kaki telah dilaksanakan.
2. Biodiversitas
Secara geografis, Unnes terletak di daerah pegunungan dengan
topografi yang beragam dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati
(biodiversity) baik flora maupun fauna yang relatif tinggi.
Untuk meneguhkan diri menjadi sebuah universitas konservasi,
telah dikembangkan "Taman Keanekaragaman Hayati" yang meliputi
program penghijauan, pemilahan sampah organik dan anorganik, dan pengolahan
sampah organik menjadi kompos.
Inventarisasi awal fauna khususnya burung dan kupu-kupu di
kampus pusat Unnes pada tahun 2005, 2008, dan awal 2009, berhasil
mengidentifikasi sebanyak 58 jenis burung.
Dari jumlah tersebut, 14 diantaranya dilindungi peraturan
dan perundangan Indonesia; 2 jenis termasuk dalam kategori spesies yang
dilindungi CITES (Conservation on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora) Appendix II, I dan termasuk kelompok spesies yang
dilindungi IUCN (International Union for Conservation of Nature) dengan
kategori Endangered Species: EN, dan lima jenis termasuk kategori spesies
endemik Jawa.
Selain itu ditemukan sebanyak 33 jenis kupu-kupu dan salah
satunya merupakan jenis yang dilindungi menurut sistem perundangan Indonesia.
3. Energi Bersih
Program ini merupakan upaya pemanfaatan sumber energi
terbarukan dan penggunaan teknologi energi yang efisien dengan budaya hemat
energi.
Energy surya (solar energy) merupakan sumber energy
terbarukan yang paling sederhana, sehingga dengan penerapan panel surya di
beberapa titik utama, kampus akan mengurangi konsumsi listrik dari PT.PLN.
Selain itu dikembangkan pula biofuel. Proses composting dari
bio-massa merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh biofuel dan
dipadukan pada sistem pengolahan limbah organik.
Tenaga angin adalah sumber energy yang dapat dimanfaatkan di
Unnes dengan membuat kincir angin di area terbuka kampus dan bersinergi dengan
panel surya.
Selain itu sosialisasi terhadap civitas akademika UNNES dan
lingkungan sekitar kampus juga dilaksanakan guna mendukung pelaksanaan
kebijakan green energy
4. Seni Budaya
Bersamaan dengan upaya konservasi secara ekologis, penguatan
pada aspek sikap dan perilaku segenap warga universitas serta lingkungan
disekitarnya yang mencerminkan nilai konservasi menjadi program konservasi di
budang budaya.
Implementasinya lewat sosialisasi dan pembudayaansikap hidup
ramah lingkungan, semangat menanam sekaligus merawatnya, mengutamakan nir
kertas, efisien energi sekaligur pengembangan energi ramah lingkungan yang semua
bermuara pada perlindungan dan penguatan
Sejalan dengan itu, kegiatan yang telah berlangsung akan
diteruskan, difasilitasi, dan dioptimalkan. Antara lain sarasehan 'selasa legen
(rebo legen)', sanggar tari, sanggar pedalangan, sanggar panatacara, dan
pembangunan kampung budaya
Kampung budaya, secara fisik, merupakan sebuah perkampungan
yang mencerminkan prinsip multikultural. Diperkampungan inilah berbagai aspek
dan wujud kebudayaan dieksplorasi, diapresiasi dan dikembangkan.
Diperkampungan ini akan dibangun rumah berbagai etnis
lengkap dengan uba rampe dan aktifitas yang mencerminkan entitas tiap-tiap
etnis (kultur/subkultur).
5. Kaderisasi Konservasi
Program ini merupakan upaya peningkatan kader konservasi
baik di lingkungan UNNES maupun masyarakat sekitar UNNES.
Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah penjaringan
kader, pelatihan kader melalui pendidikan konservasi, sosialisasi, dan
memperluas kerjasamadengan pihak terkait dengan kegiatan konservasi dan
lingkungan hidup.
Bersamaan dengan upaya konservasi secara ekologis, penguatan
pada aspek sikap dan perilaku segenap warga universitas serta lingkungan
disekitarnya yang mencerminkan nilai konservasi menjadi program konservasi di
budang budaya.
Implementasinya lewat sosialisasi dan pembudayaansikap hidup
ramah lingkungan, semangat menanam sekaligus merawatnya, mengutamakan nir
kertas, efisien energi sekaligur pengembangan energi ramah lingkungan yang semua
bermuara pada perlindungan dan penguatan
Sejalan dengan itu, kegiatan yang telah berlangsung akan
diteruskan, difasilitasi, dan dioptimalkan. Antara lain sarasehan 'selasa legen
(rebo legen)', sanggar tari, sanggar pedalangan, sanggar panatacara, dan
pembangunan kampung budaya
Kampung budaya, secara fisik, merupakan sebuah perkampungan
yang mencerminkan prinsip multikultural. Diperkampungan inilah berbagai aspek
dan wujud kebudayaan dieksplorasi, diapresiasi dan dikembangkan.
Diperkampungan ini akan dibangun rumah berbagai etnis
lengkap dengan uba rampe dan aktifitas yang mencerminkan entitas tiap-tiap
etnis (kultur/subkultur).
6. Kebijakan Nir Kertas
Pemanfaatan Teknologi Informasi di lingkungan Unnes
diharapkan mampu membuka peluang mengurangi secara signifikan penggunaan kertas
dalam surat menyurat dan dokumentasi melalui Paperless Policy.
Implementasi kebijakan ini berlaku dalam pengelolaan
administrasi akademik berbasis teknologi informasi, pengelolaan administrasi
dokumen perkantoran berbasis teknologi informasi dan rancangan e-Administrasi.
Dengan kata lain kebijakan nir kertas merupakan program
meminimalisasi penggunaan kertas dengan memanfaatkan teknologi informasi yang
dimiliki UNNES, antara lain dengan melakukan pengembangan sistem aplikasi berbasis
web, pengembangan penerbitan online, peningkatan sarana pendukung, dan
pengembangan organisai.
Melalui kebijakan Paperless Policy diharapkan konsumsi
kertas akan semakin ditekan tanpa mengurangi efektifitas kerja dan merupakan
salah satu upaya dalam pencegahan pemanasan global dan mengembalikan fungsi
hutan sebagai paru-paru dunia.
7. Pengolahan Limbah
Program ini melputi daur ulang kertas, plastik,
logam/kaleng, pengolahan limbah laboratorium, dan pengolahan bunga/daun kering.
Sejak tahun 2009 telah dilakukan pemisahan tempat sampah antara sampah organik
dan sampah anorganik di setiap gedung Unnes.
Program kelanjutan dari pemisahan sampah ini adalah adanya
pengelolaan yang berkelanjutan sesuai dengan jenis sampah tersebut, sampah
organik dikelola menjadi pupuk kompos, sedangkan untuk sampah anorganik
dilakukan pemilahan untuk dilakukan daur ulang atau dikirim ke TPA.
Selain untuk menjaga kelestarian lingkungan diperlukan pula
pengelolaan lingkungan meliputi pengelolaan sampah, daur ulang sampah organik
menjadi kompos dan perencanaan Unit Pengelolaan Limbah Laboratorium Kimia dan
Biologi.
Dalam pengolahan kompos ini warga sekitar lingkungan kampus
juga dilibatkan agar terciptanya lapangan pekerjaan bagi warga sekitar guna
mendukung budaya konservasi. Pengembangan pengolahan kompos ini dilakukan
bertahap seiring peningkatan produksi pupuk kompos yang diproduksi.
Daftar Pustaka:
- http://konservasi.unnes.ac.id/
- https://docs.google.com/file/d/0B68owKEuWwKqbEZRUkM1RkwtekE/edit?usp=sharing
Judul: Kontribusi Kampus Konservasi Terhadap Pembangunan Berkelanjutan
Ditulis Oleh Handi
Berikanlah saran dan kritik atas artikel ini. Salam blogger, Terima kasih
3 komentar
wah termasuk kategori eco defender
Replyvist back ya sob
eco defender si apa gan?? maklum masih pemula hehe

Replysudah gan
thanks for your visit
oke stuju gan sama pembangunan berwawasan lingkungan, pada saat ini memang sangat dibutuhkan
ReplyIkubaru Blogzia
Post a Comment