“Rasionel perlunya Bimbingan Konseling dari tinjauan konstitusional,
filsafat dan perkembangan sosial budaya”
Dosen Pengampu:
Drs. Suharso, M.Pd., Kons.
Zakki Nurul Amin, S.Pd.
Zakki Nurul Amin, S.Pd.
Disusun
Oleh:
1.
Handi Suryawinata (5301412061)
2.
Helmi Faesol Huda (6101412164)
3.
Arya Candra Dinata (6101412119)
4.
Agus Kuswoyo (6101412159)
MKU
BIMBINGAN KONSELING
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2014
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah melimpahkan rahmatnya
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan baik dan
semampunya. Adapun judul paper ini adalah “Rasionel perlunya Bimbingan Konseling dari tinjauan konstitusional,
filsafat dan perkembangan sosial budaya” Papar ini
disusun berdasarkan data dan informasi yang bersumber dari beberapa referensi.
Dalam
penulisan serta penyusunan paper ini, penulis juga menyadari bahwa masih banyak
terdapat kesalahan-kesalahannya baik dari segi penyusunan, pengetikan
kata-kata, serta kekeliruan dalam melampirkan kalimat-kalimat logis maupun
tidak logis untuk dibaca semua pihak. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat positif maupun membangun agar paper ini dapat serta
layak untuk dibaca oleh semua pihak.
Semoga
bantuan dan amal baik dari semua pihak mendapat ridho dan balasan dari Tuhan
Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa paper ini jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya paper
ini. Akhirnya, semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan manfaat serta
menjadi wacana baru bagi pembaca pada umumnya dan pihak yang membutuhkan. Amin.
Semarang, 10
Maret 2014
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar …………………………………………………………………….. ii
Daftar Isi …………………………………………………………………………… iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang …..……………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………… 1
1.3 Tujuan …………………………………………………………………………. 2
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Rasional ……………………………………………………………. 3
2.2 Tinjauan Konstitusional ……………………………………………………….. 4
2.3 Tinjauan Filsafat ………………………………………………………………. 5
2.4 Tinjauan Perkembangan Sosial
Budaya ……………………………………… 6
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 9
3.2 Saran ………………………………………………………………………….. 9
Daftar Pustaka …………………………………………………………………….. 10
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bimbingan dan konseling adalah termasuk bagian dari aspek
yang ada di dalam pendidikan di Indonesia, Suatu bimbingan yang bertujuan mengarahkan peserta didik agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang baru dengan keadaan dan
kondisi saat ini dengan kata lain membimbing peserta didik agar mampu
beradaptasi dengan lingkungannya yang di hadapi saat ini dan dapat merencanakan
masa depannya sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya, dan
bimbingan juga dapat merupakan bantuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
di dalam kehidupan.
Pada dasarnya, apa yang disebut dengan bimbingan merupakan
layanan yang bersifat profesional yang diberikan oleh para konselor, maka
bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan harus dengan
landasan yang kokoh dengan pemikiran dan penelitian yang mendalam, karena
diharapkan agar lebih dapat bermanfaat besar bagi kehidupn manusia khususnya
kliennya.
Dalam beberapa kasus, terdapat berbagai macam kesalahpahaman
dari berbagai kasus yang memnganggap bahwa bimbingan dan konseling
merupakan polisi sekolah ataupun
persepsi yang lainnya itu kemungkinan dapat dikarenakan penyelenggara bimbingan
dan konseling dilakukan secara asal-asalan dengan tidak mempertimbangan
landasan yang seharusnya.
Sebagai upaya memberikan pemahaman mengenai bimbingan dan
konseling akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam
setiap langkah gerak bimbingan dan konseling.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis
ambil berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut:
A. Apa itu rasionalitas ?
B. Bagaimana rasionalitas Bimbingan
Konseling jika ditinjau dari konstitusional ?
C. Bagaimana rasionalitas Bimbingan
Konseling jika ditinjau dari filsafat ?
D. Bagaimana rasionalitas Bimbingan
Konseling jika ditinjau dari perkembangan sosial budaya ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper
ini adalah :
A. Untuk mengetahui rasionalitas
Bimbingan Konseling jika ditinjau dari konstitusional.
B. Untuk mengetahui rasionalitas Bimbingan
Konseling jika ditinjau dari filsafat.
C. Untuk mengetahui rasionalitas
Bimbingan Konseling jika ditinjau dari perkembangan social budaya.
BAB II
Pembahasan
2.1 Pengertian Rasional
Rasional didefinisikan sebagai dapat diterima oleh akal dan
pikiran dapat dipahami sesuai dengan kemampuan otak (Wikipedia). Seringkali
rasionalisme diidentikkan dengan masalah akal atau nalar. Ini perlu dicermati
karena bisa jadi justru ini yang akan membingungkan pemahaman. Sehingga sikap
rasional diartikan sebagai sikap yang mencerminkan hal yang dapat diterima
nalar manusia.
Penggunaan kata rasional dan rasionalisme kenyataannya
begitu luas, dunia ilmiah dan juga aktivitas intelektual sering mengaitkannya
dengan istilah ini. Dalam dunia filsafat, rasionalisme hendaklah digunakan
secara fleksibel dan berhati-hati.
Dalam suatu aktivitas pemecahan masalah dengan media
diskusi, proses merasionalkan (rasionalisasi) digunakan ketika suatu masalah
atau kasus membutuhkan argumentasi yang sehat dan dapat diterima akal sehat
untuk ditindaklanjuti.
Pijakan utama rasionalisme adalah argumen rasional, fakta,
dan pengalaman. Itulah mengapa ranah metode ilmiah juga dinilai sejalan dengan
rasionalisme.
Hal yang cukup menarik adalah sebagian mengatakan rasional
adalah metode, jadi sikap rasional tidak selamanya memiliki nilai kebenaran.
Penulis pikir sebaiknya para pembaca memberikan komentarnya di posting ini
sebagai wahana menyampaikan pendapatnya.
Sikap rasional yang tak diikuti dengan pemikiran terbuka
terhadap perbedaan pandangan cenderung menjadi sikap rasional buta yang
memandang sikap rasionalnya adalah mutlak benar.
2.2 Tinjauan Konstitusional
Didalam konteks
pendidikan nasional keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling telah memiliki
legalitas yang kuat dan menjadi bagian yang terpadu dalam sistem pendidikan
nasional dengan diakuinya predikat konselor secara eksplisit
A.
Pada UU No. 20/2003
pasal 1 ayat 6 tentang sistem pendidikan nasional, sebutan untuk guru
pembimbing dimantapkan menjadi
”Konselor”. Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan
kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan
instruktur. Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik
satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik,
termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting
layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
B.
Menurut SK Mendikbud No. 025/D/1995, Bimbingan dan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan
maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam
bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan
dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
C.
Berdasarkan Naskah Akademik
ABKIN, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan
dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (2007), Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam
konteks adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran
bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta
didik.
Rasional
Perlunya BK dari tinjauan Konstitusi
Dalam pelaksanaan pendidikan untuk memperoleh
Iptek, manusia membutuhkan benteng moral yang
kuat supaya ilmu yang didapat tidak digunakan secara keliru atau membahayakan
kehidupan manusia, sehingga para pelajar perlu dibimbing dan diarahkan supaya
mereka mengetahui hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, karena ini
jugalah Bimbingan dan Konseling menjadi keperluan atau kebutuhan pokok bagi
manusia. Oleh karena itu, adanya bimbingan dan konseling diharapkan dapat membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya dan mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Jadi,
secara rasional BK memang diperlukan sebagai landasan pemikiran untuk
membimbing para siswa untuk membantu mereka dalam menentukan arah dan tujuan
mereka agar di masa depan nanti bisa menjadi pribadi yang bermanfaat bagi
banyak orang, bagi bangsa dan Negara.
2.3 Tinjauan Filsafat
Sebagai penyelenggara bimbingan dan
konseling yang profesional seorang konselor harus memiliki pemahaman yang
akurat mengenai filsafat manusia itu dikarenakan bimbingan dan konseling masih
berkaitan erat dengan pandangan para ahli mengenai hakikat manusia, tujuan dan
tugas hidupnya selama ini dan kiat-kiat untuk memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai kemanusiaannya.
Landasan Filosofis atau Filsafat
merupakan Landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi
para konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang
lebih bisa dipertanggung jawabkan secara logis, etis maupun estetis.
Dari berbagai macam aliran filsafat
yang ada, mulai dari filsafat klasik, modern dan post modern, para penulis
barat seperti Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph,
dalam Prayitno, 2003
telah mendekripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1.
Manusia
merupakan makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
pengetahuan untuk pengembangan dirinya
2.
Manusia
mampu memecahkan masalah-masalah yang ada pada dirinya jika ia mampu berusaha
dan menggunakan segala kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya
3.
Manusia
akan berusaha terus menerus mengembangkan dan menjadikan dirinya sendiri
terutama melalui pendidikan
4.
Manusia
dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya
untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari keburukan setidak tidaknya mengontrol
keburukan.
5.
Manusia
memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
6.
Manusia
akan memenuhi tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui
pemenuhan tugas tugasnya sendiri.
7.
Manusia
itu mengarahkan kehidupannya sendiri itu berarti menusia adalah unik.
8.
Manusia
adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini
kemungkinan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu
dan akan menjadi apa manusia itu.
9.
Manusia
pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan pada suasana apapun, manusia
dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan
sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia maka setiap upaya bimbingan
dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya atau
dengan peserta didiknya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai
sosok manusia yang utuh dengan berbagai dimensinya.
Rasional perlunya BK dari Tinjauan
Filsafat
Dalam
hal ini manusia membutuhkan suatu bekal pengetahuan dasar tentang nilai moral
yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku supaya manusia tidak menggunakan
ilmu sebagai alat penghancur atau pengrusak suatu sistem di bumi ini. Dalam hal
ini, kegiatan yang sangat dapat diandalkan adalah kegiatan bimbingan dan
konseling untuk membantu manusia tetap dapat berkembang secara optimal namun
tetap dalam benteng norma-norma yang berlaku. Dalam praktiknya, ilmu tetap
harus memperhatikan HAM dan nilai moral. Jadi, secara rasional Bimbingan
konseling sangat dibutuhkan guna menunjukkan jalan agar para konseli tidak
salah dalam menentukan langkah.
2.4 Tinjauan Perkemangan Sosial
Budaya
Landasan yang dapat memberikan
pemahaman terhadap konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan
sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu yaitu Landasan
Sosial Budaya. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan
sosial budaya dimana mereka hidup. Manusia sudah di didik dari sejak lahir
dalam membelajarkan dan mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan
tuntutan sosial dan budaya di lingkungan sekitarnya yang ada.
Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan
sosial budaya di lingkungan sekitarnya dapat mengakibatkan tersingkir dari
lingkungannya atau tersisih dari lingkungannya.
Lingkungan sosial budaya yang telah
melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan
perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang
bersangkutan. Apabila suatu perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak dapat
dijembatani maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal,
yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan
perilaku individu yang bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses bimbingan dan konseling
ini akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang
mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang
berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan
yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuaian diri antar budaya
yaitu : Perbedaan bahasa, komunikasi non verbal, stereotipe, kecenderungan
menilai dan kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang di gunakan oleh
pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non
verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin
bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamarkan
sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif
yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi
negatif.
Kecemasan muncul ketika seorang
idividu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasa asing.
Kecemasan yang berlebihan dalam
kaitannya susunan antar budaya dapat menuju ke culture sock yang menyebabkan
dia tidak tau sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar
komunikasi sosial antar konselor dengan klien dapat terjadi harmonis maka
kelima hambatan komunikasi tersebut perlu di antisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di
Indonesia, Moh Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling
multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural
sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti indonesia. Bimbingan dan
Konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhineka tunggal ika, yaitu
kesamaan di atas keragaman atau berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Layanan
bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya
bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi
pluralistik.
Rasional Perlunya BK dari Tinjauan
Perkembangan Sosial Budaya
Dalam dunia yang sudah sangat global
ini, manusia harus dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Meskipun
sudah ada sekolah sebagai lembaga pendidikan formal di negara Indonesia yang
mendidik dan menyiapkan siswa supaya dapat menyesuaikan diri di masyarakat dan
dapat memecahkan permasalahan-permasalahan hidupnya, namun sebenarnya itu masih
belum cukup. Siswa membutuhkan layanan bimbingan dan konseling bersamaan dengan
masa pendidikannya di sekolah karena bimbingan dan konseling akan sangat
membantu mereka lebih mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya karena
dalam bimbingan dan konseling itu mereka akan secara khusus diberi tugas dan
tanggung jawab untuk memberi bantuan kepada siswa dalam memecahkan berbagai
masalah pribadi yang jika dibiarkan akan dapat menghambat proses perkembangan
diri siswa. Jadi, secara rasional perkembangan social budaya sangat diperlukan
untuk menanggulangi berbagai permasalahan tersebut untuk menciptakan iklim
budaya yang sesuai dengan keprbadian bangsa Indonesia yang sesungguhnya.
BAB III
Penutup
3.1
Kesimpulan
- fokus kegiatan pendidikan tidak lagi terletak sebatas kegiatan mengajar dengan mengutamakan peranan guru, melainkan dengan sengaja melibatkan berbagai profesi pendidik, termasuk konselor untuk menangani ragam aspek perkembangan dimensi belajar dengan menggunakan pola relasi dan transaksi yang beragam pula.
- Setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia.
- Sangat perlu adanya pelayanan bimbingan dan konseling yang secara khusus diberi tugas dan tanggung jawab untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya termasuk masalah penyesuaian diri dengan lingkungannya.
3.2 Saran
Dalam
penulisan paper ini masih banyak ditemukan kekurangan sehingga sangat jauh dari
kesempurnaan, karena kami manusia yang adalah tempat
salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan penulis juga butuh saran/kritikan agar bisa menjadi motivasi
untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. oleh karena itu pepaper berharap ada pepaper-pepaper
selanjutnya yang akan menyempurnakan paper ini pada masa yang akan datang.
Semoga paper ini bisa bermanfaat dan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi
pembaca yang menjadikan Indonesia lebih maju, bukan hanya mengejar
ketertinggalan tetapi juga meninggalkan ketertinggalan.
Daftar Pustaka
Ø Mugiarso, Heru. 2007. Bimbingan
dan Konseling. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.
Ø http://widya888.blogspot.com/2011/10/rasionil-perlunya-bimbingan-dan.html
Download tulisan ini secara lengkap dan gratis dengan klik DISINI
Judul: Rasionel perlunya Bimbingan Konseling dari tinjauan konstitusional, filsafat dan perkembangan sosial budaya
Ditulis Oleh Handi
Berikanlah saran dan kritik atas artikel ini. Salam blogger, Terima kasih
Post a Comment