DEVAIS MIKROELEKTRONIKA “Energi Surya”


DEVAIS MIKROELEKTRONIKA
“Energi Surya”

Description: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR5bUfbEeKha_f_TdT0_0eyx_MleMllO41xZkFgY0rTUG7bx40N


  


PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

[DOWNLOAD FILE ASLINYA DISINI]

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Fotonik berasal dari kata foton yang merupakan partikel elementer dalam fenomena elektromagnetik. Salah satu bidang yang mempelajari mengenai interaksi cahaya dengan materi adalah fotonik.  Teknologi fotonik memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Fotonik digunakan sebagai pendorong untuk inovasi teknologi dan kreatif produksi devais.
Banyak aplikasi dari devais fotonik yang berada disekitar kita, diantaranya ada dioda foto, fototransistor, Light Emitting Diode (LED), laser, dan energi surya. Yang akan kita bahas sekarang adalah tentang energi surya.
Energi merupakan salah satu kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Peningkatan kebutuhan energi dapat merupakan indikator peningkatan kemakmuran, namun bersamaan dengan itu juga menimbulkan masalah dalam usaha penyediaannya.
Pemakaian energi surya di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik, mengingat bahwa secara geografis sebagai negara tropis, melintang garis katulistiwa berpotensi energi surya yang cukup baik.
Pemanfaatan Tenaga Surya melalui konversi Photovoltaic telah banyak diterapkan antara lain, penerapan sistem individu dan sistem hybrid yaitu sistem penggabungan antara sumber energi konvensional dengan sumber energi terbarukan.
Pada kondisi beban rendah sistem bekerja dengan sistem inverter dan baterai.  Jika beban terus bertambah hingga mencapai kapasitas yang terdapat pada inverter atau tegangan baterai semakin rendah, maka sistem kontrol akan segera mengoperasikan genset, maka genset akan berfungsi sebagai AC/DC  konverter untuk pengisian baterai, dan dapat beroperasi secara paralel untuk memenuhi kebutuhan beban tersebut. Dengan demikian, kondisi pembebanan diesel menjadi sangat efisien karena hanya beroperasi pada beban tertentu.

  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan rumusan masalahnya yaitu :
                          1.      Bagaiamana sejarah modul surya (Photovoltaic)?
                          2.      Apa definisi dari modul surya (Photovoltaic)?
                          3.      Bagaimana struktur sel surya?
                          4.      Bagaimana cara kerja sel surya (skema sambungan P-N)?
                          5.      Apa kegunaan dari energi surya?
                          6.      Bagaimana prospek penggunaan sel surya dibandingkan dengan energi lain?

  1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuannya yaitu :
                          1.      Mengetahui bagaiamana sejarah modul surya (Photovoltaic).
                          2.      Mengetahui apa definisi dari modul surya (Photovoltaic).
                          3.      Mengetahui bagaimana struktur sel surya.
                          4.      Mengetahui bagaimana cara kerja sel surya (skema sambungan P-N).
                          5.      Mengetahui apa kegunaan dari energi surya.
                          6.      Mengetahui bagaimana prospek penggunaan sel surya dibandingkan dengan energi lain.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Sejarah Photovoltaic
Efek photovoltaic pertama kali dikenali pada tahun 1839 oleh fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel. Akan tetapi, sel surya yang pertama dibuat baru pada tahun 1883 oleh Charles Fritts, yang melingkupi semikonduktor selenium dengan sebuah lapisan emas yang sangat tipis untuk membentuk sambungan-sambungan. Alat tersebut hanya memiliki efisiensi 1%. Russell Ohl mematenkan sel surya modern pada tahun 1946 (U.S. Patent 2,402,662 , "Light sensitive device"). Masa emas teknologi tenaga surya tiba pada tahun 1954 ketika Bell Laboratories, yang bereksperimen dengan semikonduktor, secara tidak disengaja menemukan bahwa silikon yang di doping dengan unsur lain menjadi sangat sensitif terhadap cahaya.
Hal ini menyebabkan dimulainya proses produksi sel surya praktis dengan kemampuan konversi energi surya sebesar sekitar 6 persen.
About half the incoming energy from the sun is absorbed by water and land masses, while the rest is reradiated back into space (values are in PW =1015 W).
Gambar di atas mengilustrasikan transfer energi dari matahari ke bagian-bagian Bumi. Dapat terlihat bahwa sekitar setengah dari energi masukan diserap oleh air dan daratan, sedangkan yang lainnya diradiasikan kembali ke luar angkasa. (nilai 1 PW = 1015 W).

B.     Definisi Modul Surya (Photovoltaic)
Sel surya atau juga sering disebut fotovoltaik adalah divais yang mampu mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi listrik. Sel surya bisa disebut sebagai pemeran utama untuk memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya matahari yang sampai kebumi, walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan listrik, energi dari matahari juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem solar thermal.
Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal atau sambungan, dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti dioda, dan  saat disinari dengan cahaya matahari dapat menghasilkan tegangan. Ketika disinari, umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan dc sebesar 0,5 sampai 1 volt, dan arus short-circuit dalam skala  milliampere per cm2. Besar tegangan dan arus ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel surya disusun secara seri membentuk modul surya. Satu modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan dc sebesar 12 V dalam kondisi penyinaran standar (Air Mass 1.5). Modul surya tersebut bisa digabungkan secara paralel atau seri untuk memperbesar total tegangan dan arus outputnya sesuai dengan daya yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu. Gambar dibawah menunjukan ilustrasi dari modul surya.
Modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya yang dirangkai seri untuk memperbesar total daya output. (Gambar :”The Physics of Solar Cell”, Jenny Nelson)
C.     Struktur Sel Surya
Sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi, jenis-jenis teknologi sel surya pun berkembang dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel surya generasi satu, dua, tiga dan empat, dengan struktur atau bagian-bagian penyusun sel yang berbeda pula. Dalam tulisan ini akan dibahas struktur dan cara kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya berbasis material silikon yang juga secara umum mencakup struktur dan cara kerja sel surya generasi pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan tipis).
Struktur dari sel surya komersial yang menggunakan material silikon sebagai semikonduktor. (Gambar:HowStuffWorks)
Gambar diatas  menunjukan ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya. Secara umum terdiri dari :
1.      Substrat/Metal backing
Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen sel surya. Material substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena juga berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya, sehinga umumnya digunakan material metal atau logam seperti aluminium atau molybdenum. Untuk  sel surya dye-sensitized  (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya sehingga material yang digunakan yaitu material yang konduktif tapi juga transparan sepertii ndium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide (FTO).
2.      Material semikonduktor
Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya yang biasanya mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya generasi pertama (silikon), dan 1-3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus gambar diatas, semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang umum diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis, material semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran yaitu contohnya material Cu(In,Ga)(S,Se)(CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan amorphous silikon, disamping material-material semikonduktor potensial lain yang dalam sedang dalam penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)(CZTS) dan Cu2O (copper oxide).
Bagian semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan diatas) dan  tipe-n (silikon tipe-n, CdS,dll)  yang membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi kunci dari prinsip kerja sel surya.
3.      Kontak metal / contact grid
Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian material semikonduktor biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif transparan sebagai kontak negatif.
4.      Lapisan antireflektif
Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan cahaya yang terserap oleh semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi oleh lapisan anti-refleksi. Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan besar indeks refraktif optik antara semikonduktor dan udara yang menyebabkan cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor sehingga meminimumkan cahaya yang dipantulkan kembali.
5.      Enkapsulasi/cover glass
Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi modul surya dari hujan atau kotoran.

D.    Cara Kerja Sel Surya (Skema Sambungan P-N)
Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar.  Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif)  sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan positif) dalam struktur atomnya.  Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa terjadi dengan mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk mendapatkan material silikon tipe-p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
Junction antara semikonduktor tipe-p (kelebihan hole) dan tipe-n (kelebihan elektron). (Gambar : eere.energy.gov)
Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga elektron (dan hole) bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n terkontak, maka kelebihan elektron akan bergerak dari semikonduktor tipe-n ke tipe-p sehingga membentuk kutub positif pada semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya kutub negatif pada  semikonduktor tipe-p. Akibat dari aliran elektron dan hole ini maka terbentuk medan listrik yang mana  ketika cahaya matahari mengenai susuna p-n junction ini maka akan mendorong elektron bergerak dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya hole bergerak menuju kontak positif menunggu elektron datang, seperti diilustrasikan pada gambar dibawah.
Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction. (Gambar : sun-nrg.org)

E.     Pemakaian Energi Surya
Di Indonesia sistem photovoltaic telah dimanfaatkan antara lain untuk penerangan (rumah tangga, jalan), pompa air, catu daya bagi perangkat telekomunikasi, TV umum, pendingin (antara lain untuk obat-obatan), rambu-rambu laut, penerangan untuk menangkap ikan dan aplikasi lainnya.
Salah satu cara penyediaan energi listrik alternatif yang siap untuk diterapkan secara masal pada saat ini adalah menggunakan suatu sistem teknologi yang diperkenalkan sebagai Sistem Energi Surya Photovoltaic (SESF) atau secara umum dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya Photovoltaic (PLTS Photovoltaic). Sebutan SESF merupakan istilah yang telah dibakukan oleh pemerintah yang digunakan untuk mengidentifikasikan suatu sistem pembangkit energi yang memanfaatkan energi matahari dan menggunakan teknologi photovoltaic. Dibandingkan energi listrik konvensional pada umumnya, SESF terkesan rumit, mahal dan sulit dioperasikan. Namun dari pengalaman lebih dari 15 tahun operasional di beberapa kawasan di Indonesia, SESF merupakan suatu sistem yang mudah didalam pengoperasiannya, handal, serta memerlukan biaya pemeliharaan dan operasi yang rendah menjadikan SESF mampu bersaing dengan teknologi konvensional pada sebagian besar kondisi wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau - pulau kecil yang sulit dijangkau dan tergolong sebagai kawasan terpencil.
Selain itu SESF merupakan suatu teknologi yang bersih dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa kondisi yang sesuai untuk penggunaan SESF antara lain pada pemukiman desa terpencil, lokasi transmigrasi, perkebunan, nelayan dan lain sebagainya, baik untuk penerangan rumah maupun untuk fasilitas umum. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan jaman, pada saat ini di negara-negara maju penerapan SESF telah banyak digunakan untuk suplai energi listrik di gedung-gedung dan perumahan di kota-kota besar.
Mengingat peran dan fungsinya, teknologi photovoltaic mempunyai sifat yang sangat fleksibel dalam teknik rancang bangun dan pemanfaatannya. Aplikasi modul ini dapat diterapkan untuk pemasangan individual maupun kelompok sehingga dapat dilakukan dengan swadaya perorangan, masyarakat, perusahaan atau dikoordinir oleh PLN. Dalam hal pendanaan, proyek photovoltaic menjadi sangat mungkin untuk menjadi sarana bantuan/kerjasama luar negeri, partisipasi perusahaan maupun golongan (community development) untuk mendukung program listrik pedesaan atau penyediaan jasa energi seperti:
1.      Listrik untuk penerangan rumah tangga .
2.      Jasa energi untuk fasilitas umum: Pompa/penjernihan air, Rumah peribadatan, Telepon umum atau pedesaan, televisi umum, Penerangan jalan dan lainnya.
3.      Pemasok energi bagi fasilitas produksi.
4.      Integrasi photovoltaic pada bangunan untuk listrik pedesaan.
Aplikasi SESF Untuk Listrik Pedesaan
Salah satu pemanfaatan photovoltaic yang dapat langsung dipergunakan adalah untuk penyediaan listrik pedesaan terutama pada kawasan terpencil yang sulit dijangkau. Penerapan SESF dapat dilakukan dengan pemasangan sistim desentralisasi menggunakan jaringan listrik lokal. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi pemilihan sistim diatas adalah topografi kawasan, distribusi lokasi perumahan, karakteristik beban serta sistim pembiayaan yang diterapkan.
Berdasarkan hasil studi Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), konsumsi listrik rata-rata per-rumahtangga pemakai listrik di pedesaan (1994) tercatat sekitar 64 kWh/tahun. Angka ini akan setara dengan konsumsi listrik sebesar 175 Wh/hari. Menggunakan angka-angka yang telah disajikan dimuka, modul photovoltaic kapasitas 50 Wp dapat memberikan keluaran listrik rata-rata sebesar 200 Wh/hari. Maka, SESF dengan kapasitas 50 Wp diperkirakan cukup untuk memenuhi konsumsi listrik pada rumah tangga di pedesaan.
Tingkat ekonomis SESF sistem jaringan pada umumnya dapat diperbaiki dengan penerapan sistem hibrida (hybrid system), yaitu mengkombinasikan SESF dengan sistem pembangkit listrik dengan sumber energi terbarukan lain yang dapat dikembangkan dikawasan tersebut (seperti : energi angin, mikrohidro, dan biomassa) atau pembangkit listrik konvensional genset diesel untuk saling mendukung. Sistem ini dinilai paling cocok untuk daerah pra-elektrifikasi (pre-electrified). Untuk keperluan ini, instalasi Photovoltaic-nya dapat dibuat permanen sehingga menjadi sistem interkoneksi atau dibuat secara mobile untuk dipindahkan ke kawasan lain yang akan dikembangkan.
Beban normal, terutama pada siang hari dapat dipasok dari modul photovoltaic, sedangkan beban puncak akan ditanggulangi oleh genset diesel. Dengan demikian pemakaian sistem disel dapat benar-benar dioptimalkan sehingga keseluruhan sistem dapat bekerja efisien dan ekonomis. Pada wilayah yang mempunyai potensi tenaga angin, peranan genset diesel dapat digantikan oleh pembangkit listrik tenaga angin atau sumber energi terbarukan lainnya.

F.      Prospek Penggunaan Sel Surya Dibandingkan dengan Energi Lain
Energi baru dan terbarukan mulai mendapat perhatian sejak terjadinya krisis energi dunia yaitu pada tahun 70-an dan salah satu energi itu adalah energi surya. Energi itu dapat berubah menjadi arus listrik yang searah yaitu dengan menggunakan silikon yang tipis. Sebuah kristal silindris Si diperoleh dengan cara memanaskan Si itu dengan tekanan yang diatur sehingga Si itu berubah menjadi penghantar. Bila kristal silindris itu dipotong setebal 0,3 mm, akan terbentuklah sel-sel silikon yang tipis atau yang disebut juga dengan sel surya photovoltaic. Sel-sel silikon itu dipasang dengan posisi sejajar/seri dalam sebuah panel yang terbuat dari alumunium atau baja anti karat dan dilindungi oleh kaca atau plastik. Kemudian pada tiap-tiap sambungan sel itu diberi sambungan listrik. Bila sel-sel itu terkena sinar matahari maka pada sambungan itu akan mengalir arus listrik. Besarnya arus/tenaga listrik itu tergantung pada jumlah energi cahaya yang mencapai silikon itu dan luas permukaan sel itu.
Pada asasnya sel surya photovoltaic merupakan suatu dioda semikonduktor yang berkerja dalam proses tak seimbang dan berdasarkan efek photovoltaic. Dalam proses itu sel surya menghasilkan tegangan 0,5-1 volt tergantung intensitas cahaya dan zat semikonduktor yang dipakai. Sementara itu intensitas energi yang terkandung dalam sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi besarnya sekitar 1000 Watt. Tapi karena daya guna konversi energi radiasi menjadi energi listrik berdasarkan efek photovoltaic baru mencapai 25% maka produksi listrik maksimal yang dihasilkan sel surya baru mencapai 250 Watt per m2 . Dari sini terlihat bahwa PLTS itu membutuhkan lahan yang luas. Hal itu merupakan salah satu penyebab harga PLTS menjadi mahal. Ditambah lagi harga sel surya photovoltaic berbentuk kristal mahal, hal ini karena proses pembuatannya yang rumit. Namun, kondisi geografis Indonesia yang banyak memiliki daerah terpencil sulit dibubungkan dengan jaringan listrik PLN. Kemudian sebagai negara tropis Indonesia mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari radiasi harian yaitu sebesar 4,5 kWh/m2/hari. Berarti prospek penggunaan photovoltaic di masa mendatang cukup cerah. Untuk itulah perlu diusahakan menekan harga photovoltaic misalnya dengan cara sebagai berikut. Pertama menggunakan bahan semikonduktor lain seperti Kadmium Sulfat dan Galium Arsenik yang lebih kompetitif. Kedua meningkatkan efisiensi sel surya dari 10% menjadi 15%.
Energi listrik yang berasal dari energi surya pertama kali digunakan untuk penerangan rumah tangga dengan sistem desentralisasi yang dikenal dengan Solar Home System (SHS), kemudian untuk TV umum, komunikasi dan pompa air. Sementara itu evaluasi program SHS di Indonesia pada proyek Desa Sukatani, Bampres, dan listrik masuk desa menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan dengan keberhasilan penerapan secara komersial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sampai tahun 1994 jumlah pemakaian sistem photovoltaic di Indonesia sudah mencapai berkisar 2,5-3 MWp. Yang pemakaiannya meliputi kesehatan 16%, hibrida 7%, pompa air 5%, penerangan pedesaan 13%, Radio dan TV komunikasi 46,6% dan lainnya 12,4%. Kemudian dari kajian awal BPPT diperoleh proyeksi kebutuhan sistem PLTS diperkirakan akan mencapai 50 MWp. Sementara itu menurut perkiraan yang lain pemakaian photovoltaic di Indonesia 5-10 tahun mendatang akan mencapai 100 MW terutama untuk penerangan di pedesaan. Sedangkan permintaan fotovotaik diperkirakan sudah mencapai 52 MWp.
Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total. Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai. Dalam bidang photovoltaic yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi untuk elektrifikasi untuk pedesaan. Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya photovoltaic adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.

1065977402

Dalam penerapannya photovoltaic dapat digabungkan dengan pembangkit lain seperti pembangkit tenaga diesel (PLTD) dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTM). Penggabungan ini dinamakan sistem hibrida yang tujuannya untuk mendapatkan daya guna yang optimal. Pada sistem ini PLTS merupakan komponen utama, sedang pembangkit listrik lainnya digunakan untuk mengkompensasi kelemahan sistem PLTS dan mengantisipasi ketidakpastian cuaca dan sinar matahari. Pada sistem PLTS-PLTD, PLTD-nya akan digunakan sebagai "bank up" untuk mengatasi beban maksimal. Pengkajian dan penerapan sistem ini sudah dilakukan di Bima (NTB) dengan kapasitas PLTS 13,5 kWp dan PLTD 40 kWp.
Penggabungan antara PLTS dengan PLTM mempunyai prospek yang cerah. Hal ini karena sumber air yang dibutuhkan PLTM relatif sedikit dan itu banyak terdapa di desa-desa. Untuk itulah pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang telah merealisasi penerapan sistem model hidro ini di desa Taratak (Lombok Tengah) dengan kapasitas PLTS 48 kWp dan PLTM sebesar 6,3 kW.
Pada sistem hibrida antara photovoltaic dengan Fuel Cell (sel bahan bakar), selisih antara kebutuhan listrik pada beban dan listrik yang dihasilkan oleh photovoltaic akan dipenuhi oleh fuel cell. Controller berfungsi untuk mengatur fuel cell agar listrik yang keluar sesuai dengan keperluan. Arus DC yang dihasilkan fuel cell dan arus photovoltaic digabungkan pada tegangan DC yang sama kemudian diteruskan ke power conditioning subsystem (PCS) yang berfungsi untuk mengubah arus DC menjadi arus AC. Keuntungan sistem ini adalah efisiensinya tinggi sehingga dapat menghemat bahan bakar, dan kehilangan daya listrik dapat diperkecil dengan menempatkan fuel cell dekat pusat beban.
Sistem PLTS
PLTS dengan sistem sentralisasi artinya pembangkit tenaga listrik dilakukan secara terpusat dan suplai daya ke konsumen dilakukan melalui jaringan distribusi. Sistem ini cocok dan ekonomis pada daerah dengan kerapatan penduduk yang tinggi. Contohnya PLTS di Desa Kentang Gunung Kidul mempunyai kapasitas daya 19 kWp, kapasitas baterai 200 volt dan beban berupa penerangan yang terpasang pada 85 rumah. Sementara itu PLTS dengan sistem individu daya terpasangnya relatif kecil yaitu sekitar 48-55 Wp. Jumlah daya sebesar 50 Wp per rumah tangga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan penerangan, informasi (TV dan Radio) dan komunikasi (Radio komunikasi). Dan sampai tahun 95 sistem ini sudah terpasang sekitar 10.000 unit yang tersebar di seluruh perdesaan Indonesia dan pengelolaannya yang meliputi pemeliharaan dan pembayaran dilaksanakan oleh KUD.
Melihat trend harga sel surya yang semakin menurun dan dalam rangka memperkenalkan sistem pembangkit yang ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS dengan sistem individu semakin ditingkatkan. Pada tahap pertama direncanakan akan dipasang 36.000 unit SHS selama tiga tahun dengan prioritas 10 propinsi di kawasan timur Indonesia. Paling tidak ada 5 keuntungan pembangkit dengan surya photovoltaic. Pertama energi yang digunakan adalah energi yang tersedia secara cuma-cuma. Kedua perawatannya mudah dan sederhana. Ketiga tidak terdapat peralatan yang bergerak, sehingga tidak perlu penggantian suku cadang dan penyetelan pada pelumasan. Keempat peralatan bekerja tanpa suara dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Kelima dapat bekerja secara otomatis.
Pembangkit listrik yang memanfaatkan energi surya atau lebih umum dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mempunyai beberapa keuntungan yaitu :
1.      Sumber energi yang digunakan sangat melimpah.
2.      Sistem yang dikembangkan bersifat modular sehingga dapat dengan mudah diinstalasi dan diperbesar kapasitasnya.
3.      Perawatannya mudah.
4.      Tidak menimbulkan polusi.
5.      Dirancang bekerja secara otomatis sehingga dapat diterapkan ditempat terpencil.
6.      Relatif aman.
7.      Keandalannya semakin baik
8.      Adanya aspek masyarakat pemakai yang mengendalikan sistem itu sendiri.
9.      Mudah untuk diinstalasi.
10.  Radiasi matahari sebagai sumber energi tak terbatas.
11.  Tidak menghasilkan CO2 serta emisi gas buang lainnya.

Salah satu kendala yang dihadapi dengan dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah Investasi awalnya yang tinggi dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan juga masih relatif tinggi yaitu Sekitar ($ USD 3 –5 / Wp).
Untuk beberapa kondisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat bersaing dengan pembangkit Konvensional Diesel/Mikrohydro, yaitu pada tempat-tempat terpencil yang sarana perhubungannya masih belum terjangkau jaringan listrik umum (PLN).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Energi Surya (Photovoltaic) dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Energi ini juga merupakan energi alternatif. Modul Surya ini dapat digunakan sebagai cadangan yang memadai ketika energi lainnya mulai berkurang bahkan habis.
Selain itu, energi ini memliki banyak keuntungan dibandingkan dengan energi lain. Energi ini sangat ramah lingkungan dan tidak memerlukan perawatan khusus secara periodik. Energi ini hanya memerlukan cahaya matahari yang jumlahnya tak tebatas, tersedia dimana-mana, dan tidak memerlukan bahan bakar lain seperti bensin, gas, atau yang lainnya. Namun, energi ini memiliki satu kelemahan yaitu hanya bisa digunakan dalam jangka waktu setengah hari atau selama sinar matahari masih terpancar.
Oleh karena itu, penyediaan sumber energi alternatif seperti energi surya melalui pemanfaatan sel photovoltaic merupakan sebuah prospek yang menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut, mengingat pemakaian primer minyak bumi dan gas alam masih merupakan sumber energi utama. Selain ramah lingkungan, sumber energi dari matahari tidak memerlukan perawatan khusus secara periodik, yang selanjutnya akan mengurangi biaya produksi.

DAFTAR PUSTAKA


 DOWNLOAD FILE ASLINYA DISINI

Terima Kasih Anda Telah Membaca Artikel
Judul: DEVAIS MIKROELEKTRONIKA “Energi Surya”
Ditulis Oleh Handi
Berikanlah saran dan kritik atas artikel ini. Salam blogger, Terima kasih

Post a Comment